Mutu Pelayanan Kebidanan
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A.   
Latar Belakang
Banyaknya persaingan
di masa dini, salah satunya adalah persaingan antara pelayanan kesehatan yang
bermutu, efisien dan efektif dimana masyarakat mulai selektif dalam mencari pelayanan
kesehatan sehingga masyarakat banyak yang lebih percaya pada pelayanan  rumah sakit di banding puskesmas padahal
pelayanan di puskesmas tidak jauh berbeda dengan pelayanan rumah sakit. Lambat
laun masyarakat mulai meningalkan puskesmas. 
Selain itu,
semakin tinggi kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehataan membuat masyararakat
terus mencari kepastian pelayanan kesehatan yang bermutu yang dapat membuat
masyarakat puas dan mendapat jaminan  akan kesehatannya. Hal ini menjadi factor
masyarakat  selektif untuk mencari
pelayanan kesehatan yang bermutu sehingga sebagai salah satu customer yang
memberikan pelayanan kesehatan bidan pun harus kritis dalam memberikan
pelayanan terutama pelayanan kebidanan 
dan kesehatan reproduksi kepada individu perempuan , keluarga dan
masyarakat.
Oleh
karena itu, sebagai bidan harus memiliki kompetensi yang di perlukan untuk
mendukung penyelengaraan praktik kebidanan secara aman dan tepat dengan upaya
yang di laksanakan secara terarah dan terencana dengan program menjaga mutu
pelayanan kesehatan.
B.    
Rumusan Masalah
a.      
Apa yang dimaksud
dengan pelayanan kesehatan yang bermutu?
b.     
Apa factor yang
mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan?
c.      
Bagaimana stadar
mutu pelayanan kesehatan ?
d.     
Bagaimana program
menjaga mutu pelayanan kesehatan?
C.   
Tujuan
Tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah untuk menyelesaikan masalah yang terdapat pada
rumusan masalah.
D.   
Manfaat
Untuk menambah wawasan penyusun maupun
pembaca. Selain itu,dapat pula di jadikan sebagai bahan pembelajaran maupun
referensi dalam menyelasaikan tugas.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu adalah keseluruhan
karateristik atau sifat barang atau jasa atau podram yang sempurna dan sesuai
dengan stndar seta cocok untuk konsumen. 
Sedangkan mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan
kesehatan yang dapat memuaskan setiap jasa pemakai pelayanan kesehatan yang
sesuai dengang tingkat kepuasan rata-rata produk serta penyelenggaraannya
sesuai dengan standard an kode etika profesi.
Jadi mutu layanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan
pelayanan kesehata yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan
dengan mengunakan potensi sumberdaya yang tersedia di rumah sakit atau
puskesmas secara wajar, efisien dan selektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan secara norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan pemerintah, masyarakat serta konsumen.
1.      Bagi pemakai jasa pelayanan
kesehatan (Masyarakat) ialah layanan kesehatan yang bermutu yaitu yang dapat
memenuhi kebutuhan yang di rasakan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan
dan santun, tepat waktu, tanggap serta mampu menyembuhkan keluhan serta mencegah
perkembangannya atau meluasnya penyakit.
2.      Bagi pemberi layanan kesehata
ialah  mengaitkan layanan kesehatan yang
bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protocol, kebebasan
profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dengan teknologi
mukthir, dan bagaimana keluaran atau layanan kesehatan tersebut.
3.      Bagi penyandang dana pelayanan
kesehatan ialah layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan
yang efisien dan efektif.
4.      Bagi pemilik sasaran layanan
kesehatan ialah layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang
menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan
tetapi dengan tariff layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh pasie atau
masyarakat, yaitu pada tigkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien atau
masyarakat.
5.      Bagi administrator layanan kesehatan
ialah tidak langsung memberikan layaan kesehatan, tetapi ikut bertanggung jawab
dalam masalah mutu layanan kesehatan.
6.      Bagi ikatan profesi ialah
keberhasilan penerapan pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan aka
menimbulkan kepuasan pasien.
Mutu layanan kesehatan bersifat multidimensi, antara
lain:
1.    Dimensi
Kompetensi Teknis,
menyangkut
keterampilan, kemampuan, penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan. Dimensi ini
berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar
layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi ketepatan, kepatuhan,
kebenaran dan konsistensi. Tidak dipenuhinya dimensi kompetensi teknis dapat
mengakibatkan berbagai hal, mulai dari penyimpangan kecil terhadap standar
layanan kesehatan, sampai pada kesalahan fatal yang dapat menurunkan mutu
layanan kesehatan dan membahayakan jiwa pasien.
2.    Dimensi
Keterjangkauan atau Akses,
artinya layanan kesehatan harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak
terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses
geografis diukur dengan jarak, lamanya perjalanan, biaya perjalanan, jenis
transportasi, dan/atau hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang
memperoleh layanan kesehatan. Akses sosial atau budaya berhubungan dengan dapat
diterima atau tidaknya layanan kesehatan itu secara sosial atau nilai budaya,
kepercayaan dan prilaku. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan membayar biaya
layanan kesehatan. Akses organisasi ialah sejauh mana layanan kesehatan itu
diatur hingga dapat memberikan kemudahan/kenyamanan kepada pasien atau
konsumen. Akses bahasa, artinya pasien harus dilayani dengan menggunakan bahasa
atau dialek yang dapat dipahami oleh pasien.
3.    Dimensi
Efektivitas, Layanan
kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan
yang ada, mencegah terjadinya penyakit dan berkembang/meluasnya penyakit yang
ada. Efektifitas layanan kesehatan ini bergantung pada bagaimana standar
layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat, konsisten dan sesuai dengan
situasi setempat. Umumnya standar layanan kesehatan disusun pada tingkat
organisasi yang lebih tinggi, sementara pada tingkat pelaksana, standar layanan
kesehatan itu harus dibahas agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi.
Dimensi efektivitas berhubungan erat dengan dimensi kompetensi teknis terutama dalam pemilihan alternatif dalam menghadapi relative risk dan ketrampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam standar layanan kesehatan.
Dimensi efektivitas berhubungan erat dengan dimensi kompetensi teknis terutama dalam pemilihan alternatif dalam menghadapi relative risk dan ketrampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam standar layanan kesehatan.
4.    Dimensi
Efisiensi, Sumber daya
kesehatan sangat terbatas. Oleh karena itu dimensi efisiensi kesehatan sangat
penting dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani
lebih banyak pasien dan masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak efisien
umumnya berbiaya mahal, kurang nyaman bagi pasien, memerlukan waktu lama, dan
menimbulkan resiko yang lebih besar pada pasien. Dengan melakukan analisis
efisiensi dan efektivitas kita dapat memilih intervensi yang paling efisien.
5.    Dimensi
Kesinambungan, artinya pasien
harus dapat dilayani sesuai dengan kebutuhannya, termasuk rujukan jika
diperlukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu.
Pasien harus selalu mempunyai akses ke layanan kesehatan yang dibutuhkannya.
Karena riwayat penyakit pasien terdokumentasi dengan lengkap, akurat dan
terkini, layanan kesehatan rujukan yang diperlukan pasien dapat terlaksana
dengan tepat, waktu dan tempatnya.
6.    Dimensi
Keamanan
maksudnya
layanan kesehatan harus aman, baik bagi pasien, pemberi layanan maupun
masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko
cidera, infeksi, efek samping, aatau bahaya lain. Oleh karena itu harus disusun
suatu prosedur yang akan menjamin keamanan kedua belah pihak.
7.    Dimensi
Kenyamanan
tidak
berpengaruh langsung dengan efektivitas layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi
kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk datang berobat kembali
ke tempat tersebut. Kenyamanan dan kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan
pasien terhadap organisasi layanan kesehatan.
8.    Dimensi
Informasi, Layanan
kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa.
Siapa, kapan, dimana dan bagaimana layanan kesehatan itu akan atau telah
dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan
rumah sakit.
9.    Dimensi
Ketepatan Waktu,
Agar berhasil,
layanan kesehatan harus dilakukan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi
layanan yang tepat, menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta biaya yang
tepat (efisien)
10. Dimensi
Hubungan Antar
manusia adalah hubungan
antara pemberi layanan kesehatan (provider) dengan pasien atau masyarakat
(konsumen), antar sesama pemberi layanan kesehatan, antar atasan-bawahan, dinas
kesehatan, rumah sakit, puskesmas, pemerintah daerah, LSM, masyarakat dan
lain-lain. Hubungan antarmanusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan dan
kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling
menghormati, responsif, memberi perhatian, dan lain-lain.
B.    
Faktor
yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan 
1.     
Mutu pelayanan kebidanan
Mutu pelayanan kebidanan adalah
tingkat kesempurnaan dan standar yag telah ditetapkan dalam memberikan
pelayanan kebidanan untuk mengurangi tingkat kematian dan menimbulkan rasa puas
pada klien yang berupa kualitas jasa.
Untuk mengurangi angka kematian ibu
(AKI) peru meningkatkan standar dalam menjaga mutu pelayanan kebidanan.
Tingkat AKI di Indonesia dapat
disebabkan oleh beberapa factor antara lain sebagai berikut :
a.      
Masyarakat
Dalam hal ini masyarakat adalah
pengguna jasa pelayanan kesehatan yang kurang memahami:
·        
Kesehatan reproduksi
·        
Pentingnya pemeriksaan kesehatan selama masa kehamilan 
·        
Perilaku hidup sehat dan gaya hidup yang cenderung berubah
dan sulit menerima perubahan
·        
Peran serta masyarakat dalam membangun kesehatan yang sangat
minim
b.     
Tenaga kesehatan
Bidan adalah tenaga kesehatan yang
paling dekat pada masyarakat yang secara khusus memberikan pelayanan kebianan
kepada ibu, dan sebagai pengambil keputusan terhadap seorang yang telah
memercayakan dirinya berada dalam asuhan dan penanganan bidan. Kurangnya
keterampilan dan pengetahuan bidan akan menyebabkan hal yang sangat fatal dalam
penyelamatan nyawa seorang ibu.
Kurungnya keterampilan bidan dapat
disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
·        
Factor usia bidan yang masih relatif muda sehingga terkadang
ragu dalam mengambil keputusan dan kurang meyakinkan masyarakat.
·        
Kemampuan kemunikasi dengan masyarakat yang masih relatif
rentan serta keterbatasan dalam kemampuan penyesuaian diri dengan kondisi
sosial budaya setempat.
·        
Kebutuhan bidan yang masih banyak untuk seluruh Indonesia
dalam rangka menurunkam AKI dan mengantisipasi pertolongan persalinan oleh
dukun yang masih tinggi.
·        
Orientasi pendidikan kebidanan sebagai pencetak bidan masih
belum mengarah sepenuhnya pada kualitas lulusannya ddan tidak mengarah pada
paradigm baru yang terus-menerus engarah pada peningkatan kualitas.
·        
Bidan senior yang memang telah berpengalaman di lapangan
dalam menolong persalianan kurang mempunyai minat untuk terus mengembangakan
diri dan melatih diri, meningkatkan pengetahuan, dan mengetahui perkembangan
ilmu yang akan ada saat ini (up to date) sehingga cenderug masih lazim
menggunakan praktik yang tidak lagi didukung secara ilmiah.
·        
Terbatasnya fasilitas pengembangan keterampilan  bidan itu sendiri karena biaya dan waktu juga
tenaga yang melati terbatas.
·        
Bidan sering lupa tentang prinsip pokok asuhan kebidanan dan
konsep kebidanan itu sendiri
Kekurangan keterampilan bidan tetu
dapat menyebabkan berbagai macam masalah dalam memberikan asuhan, sementara
tujuan bidan didik dan ditempatkan ditengah masyarakat adalah menurunkan AKI.
Kekurangan keterampilan dapat menybabkan hal-hal yang sering menjadi penyebab
kematian ibu, seperti terlambat mendapat pertolongan, terlambat merujuk,
keterlambatan mengambil keputusan, terlambat mengenali resiko tinggi pada klein
sehingga penanganan kehamilan dan persalinan dengan resiko tinggi terlambat
dilakukan.
Kekurangan keterampilan bidan
berkomunikasi juga dapat mengakibatkan pengerakan peran serta aktif masyarakat
untuk pembangunan kesehatan dn kepedulian masyarakat terhadap kesehatan diri
dan keluarganya kurang maksimal. Penyuluhan kesehatan dan konseling untuk
mengubah perilaku masyarakat juga kurang memuaskan. Keterampilan berkomunikasi
dan beradaptasi juga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan pasien dan
keigninanpasien untuk mengunakan jasa yang diberikan oleh bidan. Untuk itu,
diharapkan bidan juga mampu melakukan komunikasi yang baik dan menguasai
keterampilan berkomunikasi.
c.      
Pemerintah
Perhatian
pemerintah pada pelayanan kebidanan masih berfokus pada kuantitas tenaga
kesehatan itu sendiri dan beroentasi pada distribusi atau penyebarangan tenaga
kesehatan di tiap wilayah dan mengkatkan cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan. Dibutuhkan kebijakan pemerintah yang tegas terhadap
penyebaran tenaga kesehatan agar bidan mau ditempatkan di pedesaan dan daerah
terpencil.
2.     
Manajemen mutu terpadu dalam pelayanan kebidanan
Untuk dapat menyelanggarakan program menjaga mutu, perlu
dipahami apa yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan.
            Peran bidan dalam peningkatan mutu
pelayanan kebidanan yaitu: 
a.      
Bidan harus mengakui bahwa mereka ada di posisi utama untuk
menganjuarkan dan memelihara kualitas dan ini dapat dilakulakukan melalui dan
ini dapat dilakukan melalui kerja sama yang baik dengan menejer kebidanan
mereka, direktur dari pelayanan keperewatan, sasama bidan, dan tenaga kesehatan
lainnya.
b.     
Bidan harus mencoba mengorganisasikan ddan menganjurkan
diskusi-diskusi tentang mutu pelayanan kesehatan ini akan membawa mereka
terlibat dalam perkembangan strategi untuk pelayanan kebidanan yang tidak
memisah pembeli dan penerima asuhan.
c.      
Bidan harus meyetujui pengambilan keputusan dalam pelayanan
kesehatan dapat sulit dilakukan dan kadang merupakan proses yang menyakitkan.
d.     
Bidan harus mengarti manajemen yang aktif, baik mengelola
pelayanan kebidanan maupun member asuhan langsung kepada ibu dan bayi yang
meliputi identifikasi dan ukura hasil klinis dalam kontrak ( asuhan).
e.      
Bidan harus menyetujui bahwa kualitas adalah persoalan yang
akan menyatukan mereka dengan professional lain.
f.      
Bidan juga harus terus berinisiatif mengambil posisi dalam
perencanaan pelayanan kesehatan, pemantauan, dan pendidikan.
g.     
Bidan harus belajar, mengerti dan berkerja untuk
menghasilkan kualiatas dan sasaran menuju masa yang akan datang.
3.     
Bentuk program menjaga mutu pelayanan kebidanan
a.      
Lisensi : Proses administasi yang dilakuakan oleh
pemerintahan atau yang berwewenang berupa surat izin praktitik yang diberikan
kepada tenaga profesi yang telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri.
b.     
Akreditasi : kegiatan yang dilakukan untuk menentukan
kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non
formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan criteria yang
terbuka.
c.      
Sertifikasi: tindakan lanjut dari perizinan, yakni
memberikan sertifikat (pengakuan) kepada institusi kesehatan yang benar-benar
telah dan atau tetapp memenuhi persyaratan.
d.     
Standarisasi : suatu pernyataan tentang mutu yang dharapkan
yaitu yang menyangkut masukan proses dari system pelayanan kesehatan.
4.     
Program menjaga mutu konkrent
Yang diseengarakan bersama pelayanan kesehatan yang
perhatian utama telah ditunjukan pada standar proses, yakni memantau dan
menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.
a.      
Perbaikan kualitas pelayanan kebidanan
Dalam pelayanan kebidanan di Indonesia, perbaikan kualitas
pelayanan kebidanan melibatkan pihak-pihak terkait, baik langsung maupun tidak
langsung dalam pemberian asuhan kebidanan itu sendiri. Pihak-pihak terkait
tersebut adalah bidan, organisasi profesi, pemerintah, dan pendidikan
kebidanan.
b.     
Bidan sebagai provider
Bidan
harus mampu menjadi konselor untuk menjalankan peran dan fungsinya sebagai
pendidik di tengah- tengah masyarakat, bidan sebagai konselor, bidan harus
mampu meyakinkan ibu bahwa ia berada dalam asuhan orang yang tepat sehingga ibu
mau berbagi cerita seputar permasalahan kesehatan reproduksi yang di alaminya
dan ibumau menerima asuhan yang di berikan bidan.
c.      
Organisasi profesi
Bidan berada di bawah naungan sebuah organisasi profesi
Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang terus-menerus memperhatikan peningkatan
kualitas anggotanya dan juga selalu berupaya untuk tetap memberi pelayanan yang
terbaik dan meningkatkan terus mutu pelayanan kebidanan. Organisasi
profesi IBI merupakan tempat bagi bidan untuk menyampaikan aspirasi, ide, dan
pemikiran mereka serta menjamin keprofesionalan para anggotanya. Oleh karena
itu, IBI harus terus berupaya dan berjuang meningkatkan keterampilan klinis dan
komunikasi anggotanya.
Banyak upaya telah dilakukan organisasi profesi untuk tetap
meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan, antara lain :
1)     
Mengharuskan
setiap anggotanya untuk mempunyai standar kompetensi minimal dan terus
meningkatkan keterampilan serta pengetahuan mereka. Standar kompetensi minimal
terpenting dalam menjaga keselamatan ibu dan anak harus dikuasai bidan.
2)     
Pelatihan
APN, dalam rangka mengurangi risiko kematian pada ibu melahirkan dan mengurangi
serta menurunkan angka kematian ibu dan anak.
3)     
IBI
tahun 2004, meluncurkan program Bidan Delima. Bidan Delima merupakan program
mencapai standar pelayanan tinggi sesuai dengan aturan organisasi kesehatan
dunia (world health organization/WHO), seperti kemampuan bidan menolong
persalinan sampai asuhan pada masa nifas/pascapersalinan, masa interval,
pelayanan keluarga berencana (KB), kewaspadaan universal (pemberian pelayanan
yang aman dan penggunaan alat-alat steril), memperlakukan pasien secara
manusiawi.
4)     
IBI
selalu mengupayakan anggotanya dapat meningkatkan kualitas diri dan
pelayanannya, baik untuk jenjang pendidikan bidan maupun kemudahan penyediaan
sarana klinik bidan swasta, seperti menjalin kerja sama dengan organisasi dan
badan keuangan untuk penyediaan kredit modal kerja berupa obat-obatan bebas
maupun obat-obatan kontrasepsi. Program ini dikenal dengan program pemberdayaan
keluarga melalui penyaluran kredit bidan mandiri. Dengan demikian, bidan swasta
mampu memberi pelayanan KB mandiri terutama pada keluarga yang relatif kurang
mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Bidan juga mendapat bantuan
pinjaman dana untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
5)     
Memberi
motivasi kepada anggotanya melalui pemberian penghargaan kepada bidan.
Misalnya, IBI DKI member penghargaaan kepada bidan dengan criteria “Bidan
Bersih Prestasi”, “Bidan Bintang”, “Bidan Sahabat”, “Bidan Delima”.
d.     
Dukungan  pemerintah
Dukungan
pemerintah terhadap program IBI juga sangat dibutuhkan. Perhatian pemerintah
terhadap pelayanan kebidanan dan pendidikan kebidanan mempunyai peran sangat
penting untuk peningkatkan kualitas pelayanan kebidanan.
e.       Pendidikan
kebidanan
Cara
yang paling tepat untuk berhasil melaksanakan kebijakan mutu yang jelas adalah
melalui pendidikan. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan lulusan yang
berkualitas. Bidan yang di didik dengan fokus pada kualitas tentu memberi
sumbangan kecakapan, keterampilan, dan professional bagi bangsa dan Negara.
C.   
Standar
Mutu Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Standar menurut Badan Standarisasi Nasional : 
Dokumen berisi ketentuan, pedoman,
karateristik kegiatan atau hasilnya yang dirumuskan melalui konsesus oleh
pihak-pihak yang berkepentingan dan ditetapkan oleh badan yang derwenang,
sedagai acuan dalam kegunaan yang bersifat umum dan atau berulang untuk mecapai
tingkat keteraturan optimum dalam konteks tertentu.
1.     
Dapat diobservasi dan diukur
Mutu layanan kesehatan akan diukur
berdasarkan perbandingannya terhadap standar layanan kesehatan yang telah
disepakati dan ditetapkan sebelum pengukuran mutu dilakuakan.
2.     
Realistic
Maksudnya adalah kinerja layanan kesehatan yang diperoleh
dengan nyata yang akan diukur terhadap mutu yang ditentukan, untuk apakah
standar layanan kesehatan dapat dicapai atau tidak.
3.     
Mudah dilakukan dan dibutuhkan
Ø  Standar mutu pelayanan kebidanan
Ruang
lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yaitu:
1.       Standar pelayanan umum
Standar 1:
Persiapan untuk hidup keluarga sehat
Standar 2
: Pencatatan dan pelaporan
2.       Standar pelayanan antenatal
Standar 3
: Identifikasi ibu hamil
Standar 4
: Pemeriksaan dan pemantauan
standar 5
: Palpasi abdominal
standar 6
: Pengelolaan anemia pada kehamilan
standar 7
: Pengelolaan dini hipertensi pd khmlan
standar 8
: Persiapan persalinan
3.      Standar pertolongan persalinan
standar 9
: Asuhan persalinan kala I
standar 10
: Persalinan kala II yg aman
standar 11
: Penatalaksananan aktif persalinan kala II
standar 12
: Penanganan kala II degan gawat janin melalui opisiotomi
4.       Standar pelayanan nifas
standar 13 : Perawatan bayi baru
lahir
standar 14 : Penanganan pada 2 jam setelah
persalinan
standar 15 : Pelayanan bagi ibu dan
bayi pada masa nifas
5.      Standar penanganan kegawatan
obstetric dan neonatal
standar 16 : Penanganan perdarahan dalam
kehamilan pada trimester III
standar 17 : Penanganan kegawatan
pada eklamsi
standar 18 : Penangannan kegawatan
(ada partus lama/macet)
standar 19 : Persaliana degan
penggunaan vacum eklaktar
standar 20 : Penangan retensio
plasenta
standar 21 : Penanganan pendarahan
post partum primer
standar 22 : Penanganan pendrahan
post partum sekunder
standar 23 : Penanganan sepsis
puerperalis
standar 24 : Penangan asfiksia
neonatorum
Ø  Standar persyaratan minimal
Standar
persyaratan minimal adalah keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk dapat
menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu,  yang dibedakan dalam:
1.      Standar Masukan
Dalam Standar Masukan ditetapkan persyaratan minimal unsur masukan yang
diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu
terdiri dari :
jenis, jumlah
dan kualifikasi tenaga pelaksana
Jenis, jumlah dan
spesifikasi sarana
Jumlah dana (modal)
2.       Standar
Lingkungan
Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan
yang diperlukan untuk dapat meyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu,
terdiri dari :
 Garis-garis
besar kebijakan (policy)
Pola organisasi
(organization)
Sistem
manajemen (management) yang
harus dipatuhi oleh setiap pelaksana pelayanan kesehatan.
Standar lingkungan ini populer dengan sebutan standar organisasi dan
manajemen (standard organization and management). Sama halnya dengan masukan,
untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, maka
standar lingkungan harus ditetapkan.
3.      Standar Proses
Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus
dilakukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu,
terdiri dari :
Tindakan medis
Tindakan non medis
Standar proses dikenal dengan nama standar tindakan (standar of conduct).
Karena baik tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh kesesuaian
tindakan dengan standar proses, maka haruslah dapat diupayakan tersusunnya
standar proses.
Ø  Standar penampila minimal
Standar penampilan minimal merujuk pada penampilan layanan kesehatan yang
masih dapat diterima. Standar ini, karena merujuk pada unsur keluaran,
disebut  dengan nama standar
keluaran, atau populer dengan sebutan standar penampilan (standar of
performance). Standar keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari
layanan kesehatan. Standar keluaran akan menunjukkan apakah layanan kesehatan
berhasi atau gagal. Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan
terjadi sebagai hasil dari layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap
apa keberhasilan tersebut akan diukur. Standar keluaran berupa :
penampilan Aspek Medis
penampilan
Aspek Non Medis
Untuk mengetahui apakah mutu pelayanan yang diselenggarakan masih dalam
batas-batas yang wajar atau tidak, perlu ditetapkan standar keluaran. 
BAB III
PENUTUP
A.   
Kesimpulan
Mutu pelayanan kesehatan adalah yang
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak
dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan
rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai
dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
B.    
Saran
Diharapkan kepada berbagai pihak yang ikut
terlibat dan bertanggung jawab terhadap mutu pelayanan puskesmas agar tidak
hanya melimpahkan semua wewenang dan kesalahan yang ada kepada puskesmas
setempat. Kepada Dinas Kesehatan untuk tetap mengawasi jalannya program yang
telah dibuat sedemikian rupa, demi kemandirian Puskesmas dalam melaksanakan
layanan yang maksimal kepada masyarakat luas
DAFTAR PUSTAKA
Syarnah,
2015, http:// syarnah.blogs.co.id, Mutu
Layanan Kebidanan.
Diakses 30 april
2016.
            Musyahidah,
dkk. 2013. Makkasar. Mutu Layanan
Kebidanan :Masagena Press.
Syafrudin,
dkk. 2011. Jakarta. Manajemen Mutu
Pelayanan Kesehatan Untuk Bidan : Trans Info Media.
Musyahida,
dkk. 2015. Makkasar. Mutu Layanan
Kesehatan & Kebijakan Kesehatan Dalam Kebidanan : Masagena Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar